Sistem Pemerintahan Nagari
Kata nagari berasal dari bahasa
Sanskerta yaitu “Nagari”, yang dibawa oleh bangsa yang menganut agama Hindu.
Bangsa itu pulalah yang menciptakan pembagian nagari serta menentukan pembagian
suku-suku diantara mereka. Nagari-nagari kecil itu merupakan suatu bentuk
negara yang berpemerintahan sendiri.
Secara histories pemerintahan nagari
merupakan sebuah pemerintahan tradisional yang diperintah oleh
penghulu-penghulu suku yang memiliki kewenangan yang sama derajatnya yang
tergabung dalam sebuah kerapatan adat. Penghulu-penghulu tersebut dibantu oleh
para manti (orang cerdik yang dipercaya oleh penghulu), malin (alim ulama), dan
dubalang (hulubalang/keamanan)
Pemerintahan Nagari sebagai
pemerintahan terendah yang menggantikan Pemerintahan Desa merupakan kesatuan
masyarakat hukum adat dalam daerah Provinsi Sumatera Barat. Terdiri dari
himpunan beberapa suku yang mempunyai wilayah dengan batas-batas tertentu,
mempunyai kekayaan sendiri, berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya dan
memilih pimpinan pemerintahannya.
Dalam otonomi daerah unsur-unsur yang
memimpin pemerintahan nagari adalah niniak mamak, alim ulama, cerdik pandai,
dan bundo kanduang. Unsur-unsur tersebut terhimpun dalam lembaga-lembaga yang
ada di nagari seperti Badan Perwakilan Anak Nagari (BPAN), Badan Musyawarah
Adat dan Syarak (BMAS) sebagai badan yang memberikan saran dan nasehat kepada
Wali Nagari. BMAS mendapatkan masukan dari dua lembaga yaitu Lembaga Adat
Nagari (LAN) dan Lembaga Syarak Nagari (LSN
Menurut A.A Navis menyatakan
pengertian nagari sebagai suatu pemukiman yang telah mempunyai alat kelengkapan
pemerintahan yang sempurna, didiami sekurang-kurangnya empat suku penduduk
dengan Penghulu Pucuk (Penghulu Tua) selaku pimpinan pemerintahan tertinggi.16
M. Amir Sutan menyebutkan bahwa
keterangan terbaik mengenai asal usul nagari diberikan oleh ahli adat De Rooy.
Dia menulis bahwa nagari yang tertua adalah nagari Pariangan Padang Panjang.
Dari Pariangan rakyat mengembara kemana-mana dan mendirikan tempat tinggal baru
yang akhirnya membentuk sebuah kampung.
Perkampungan ini disebut dengan Taratak,
kemudian Taratak berkembang menjadi Dusun, Dusun berkembang menjadi Koto
dan Koto berkembang menjadi Nagari.
A.A Navis telah menguraikan nagari
yang empat tersebut sebagai berikut
1) Taratak
Yaitu pemukiman paling luar dari
kesatuan nagari yang juga merupakan perladangan dengan berbagai hunian di
dalamnya. Pimpinannya disebut Tuo (Tua/Ketua), belum punya
penghulu oleh sebab itu rumah-rumahnya belum boleh bergonjong.
2) Dusun
Merupakan pemukiman yang telah banyak
jumlah penduduknya, telah mempunyai tempat beribadah, rumah gadang dua gonjong
tetapi belum mempunyai penghulu dan pimpinan pemerintahannya disebut Tuo
Dusun.
3) Koto
Koto merupakan pemukiman yang telah
mempunyai hak-hak dan kewajiban seperti nagari dan pimpinan terletak di tangan Penghulu,
tetapi balairungnya tidak mempunyai dinding.
4) Nagari
Yaitu pemukiman yang memiliki alat
kelengkapan pemerintahan yang sempurna, didiami sekurang-kurangnya empat suku
penduduk dengan Penghulu Pucuk sebagai pimpinan pemerintahan yang
tertinggi.
Setiap pendirian sebuah nagari
memiliki empat syarat yang diungkapkan dalam sebuah pepatah adat yang berbunyi
“Nagari kaampek suku, dalam suku babuah paruik, kampuang nan batuo, rumah
batungganai” (nagari berempat suku, dalam suku berbuah perut, kampung bertua,
dan rumah bertungganai). Artinya yaitu setiap nagari yang didirikan harus
terdiri dari
1. Mempunyai empat buah
suku,
2. Setiap suku mempunyai
beberapa buah perut (kaum dari turunan ibu),
3. Mempunyai penghulu suku yang akan
menjadi pemegang pemerintahan nagari secara kolektif.
4. Rumah batungganai yaitu mempunyai
kepala kaum yang disebut dengan penghulu kaum dari keluarga yang mendiami suatu
rumah menurut stelsel matrilineal.
Dari hukum adat di atas telah
dituangkan dalam Undang-undang Nagari tentang syarat pendirian sebuah nagari,
yaitu
1. Mempunyai sedikitnya
empat suku,
2. Mempunyai balairung
untuk bersidang,
3. Mempunyai sebuah
Masjid untuk beribadah,
4. Mempunyai tepian untuk mandi.
Dari beberapa pendapat di
atas dapat dikemukakan secara kongkrit bahwa nagari merupakan satu kesatuan
masyarakat hukum adat yang hidup dalam wilayah kesatuan masyarakat Minangkabau
yang mempunyai batasan-batasan alam yang jelas, dibawah pimpinan penghulu,
mempunyai aturan-aturan tersendiri serta menjalankan pengurusan berdasarkan
musyawarah mufakat. Dilihat dari struktur wilayahnya, maka suatu nagari terdiri
dari beberapa Jorong yang dikepalai oleh Wali Jorong yang bertanggung jawab
pada Wali Nagari.